Saturday 23 December 2017

RMK Study Design Qualitative Research



\
Semoga bermanfaat @muhasa

DASAR-DASAR FILSAFAT DAN SAINS
A.     Filsafat

1.     Definisi Filsafat
Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia. Kata Philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu Philos dan Sophia. Jika Philos berarti cinta, maka kata Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan, dan juga berarti pengetahuan. Jadi secara harfiah, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Sedangkan subjek yang mencintai kebijaksanaan dalam tradisi Yunani klasik disebut dengan philosophos (atau filsuf dalam bahasa indonesia).  
Filsuf yang pertama memperkenalkan istilah philosophia adalah Pythagoras, salah seorang filsuf yunani kuno yang sangat ahli dalam bidang matematika dan geometri. Bagi Pythagoras, sang pemilik kearifan dan kebijaksanaan sejati hanyalah Tuhan semata, bukan manusia. Kedua Socrates memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia. Ketiga Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Plato menegaskan bahwa para filosof adalah pecinta pandangan tentang kebenaran. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat speklatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Keempat Aristoteles filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tersandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, poltik, dan estetika. Kelima filsafat adalah ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup masalah epistomologi, etika, dan masalah ketuhanan.

B.     Ontologi

1.     Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos yang berarti studi atau ilmu. Jadi secara sederhana, ontologi berarti ilmu atau studi tentang keberadaan atau ada. Sedangkan dalam kamus Oxford, Ontologi merupakan sebuah cabang filsafat yang berhubungan dengan inti keberadaan.
Sementara itu, secara terminologis dalam kajian filsafat, terdapat sejumlah pengertian umum tentang ontologi, yakni: Pertama, studi tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berada dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus.
Kedua, cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori sepeti: ada/menjadi, aktualisasi/potensial, nyata/tampak, perubahan, waktu, eksistensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang ada sebagai yang ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terakhir, dasar.
Ketiga, cabang filsafat yang mencoba a) melukiskan hakikat Ada yang terakhir, b) menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya, c) menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.
Keempat, cabang filsafat a) yang melontarkan pertanyaan “Apa arti Ada, BERADA?”, b) yang menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan Ada, Berada.
Kelima,  cabang filsafat yang a) menyelidiki status realitas suatu hal, b) menyelidiki jenis realitas yang dimiliki hal-hal, dan c) yang menyelidiki realitas yang menentukan apa yang kita sebut realitas atau ilusi.
Jadi sebenarnya, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari hakikat keberadaan sesuatu, dari yang berbentuk konkret sampai yang berbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang tidak tampak, mengenai eksistensi dunia nyata maupun eksistensi dunia dan kasat mata, eksistensi gaib. Ini salah satu makna ontolgi yang ditekankan oleh Sidi Gazalba.

2.     Aliran-aliran Ontologi
Beberapa aliran ontologi terkenal yang berupaya menjelaskan hakikat realtias antara lain:
@muhasa
a.       Monisme
Istilah monisme berasal dari bahasa yunani momos yang berarti tunggal atau sendiri. Jadi monoisme berpadangan bahwa realitas secara mendasar adalah satu dari segi proses, struktur, substansi, atau landasannya.
b.      Dualisme
Istilah dualisme berasal dari bahasa Latin, dualis berarti bersifat dua. Jika monoisme berpandangan bahwa hanya ada satu substansi yang tidak tersentuh perubahan dan bersifat abadi, maka dualisme justru berpandangan bahwa ada dua substansi dalam kehidupan ini.
c.       Pluralisme
Istilah pluralisme berakar pada kata dalam bahasa latin pluralis yang berarti jamak atau plural.
d.      Materialisme
Materialisme merupakan keyakinan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran (roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak.
e.       Idealisme
Istilah idealisme berasal dari kata “idea” yaitu yang hadir dalam jiwa. Secara sederhana, idealisme hendak menyatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal atau jiwa dan bukan benda meterial dan kekuatan.

C.      Epistomologi

1.     Pengertian Epistomologi
Isitlah epistomologi berasal dari Yunani episteme: pengetahuan dan logo: perkataan, pikiran, ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk ”menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya”.
Selain kata “episteme”, untuk kata “pengetahuan” dalam bahasa yunani juga dipakai kata “gnosis” maka istilah “epistomologi” dalam sejarah pernah juga disebut gnoseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistomologi kadang juga disebut teori pengetahuan.
Epistemologi atau filsafat adalah pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interkasinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. Maka epistomologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menlai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyatan pendapat, teori dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan norma atau tolak ukur, dalam hal ini tolak ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan.

2.     Problematika Epistemologi
Ketika seseorang mulai menggunaan tilikan epistemologi terhadap segala hal yang diketahuainya, maka ia akan memasuki level-level kenyataan yang lebih dalam dan sering kali tidak terlihat oleh kebanyakan orang. Kerumitan kita dalam mempersepsi beragam peristiwa dan fakta kehidupan inilah yang menjadi salah satu problematika epistemologi. Dalam perspektif Zaine Ridling paling tidak ada beberapa problematika epistemologi.
Pertama, pengetahuan kita tentang eksternal. Sebenarnya kebanyakan kita telah mengetahui bahwa penglihatan kedua mata kita bisa menipu kita dalam memahami realitas yang sesungguhnya. Mari kita membahas contoh sederhana dengan tilikan epistemologis. Sebuah tongkat yang lurus ketika dimasukkan ke dalam air akan terlihat membengkok, namun kita tahu bahwa kayu itu tidak bengkok.  Dari contoh sederhana ini memperlihatkan bagaimana penglihatan ternyata bisa menyesatkan. Di sini, seandainya kita hanya menerima realitas dunia eksternal sebagaimana terlihat di permukaan, kita akan keliru memahami bagaimana keadaan dunia luar yang sebenarnya.
Kedua, problem pemikiran orang lain. Problem kedua ini juga melibatkan penglihatan namun dalam sebuah cara yang agak tidak lazim. Persoalan ini berkaitan dengan sesuatu yang tidak bisa kita lihat secara kasat mata, yakni pikiran orang lain.
Dari dua prombem epsitemologi ini, bisa kita tarik kesimpulan bahwa sebagaimana persepsi yang berbeda-beda mengenai bentuk tongkat, hal ini menunjukkan bahwa realitas bukanlah sebagaimana tampak dalam penglihatan kita. Karena itulah dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu tidak selalu sebagaiamana mereka tampaknya dalam penglihatan mata kepala kita. Hal yang sama juga bisa kita tarik kesimpulan senada berhubungan dengan pikiran orang lain. Seseorang bisa saja menunjukkan semua tanda-tanda kesakitan, tapi mungkin ia tidak sedang sakit, tapi ia mungkin saja sedang pura-pura sakit.  Sekali lagi di sini, penglihatan kita bisa menyesatkan.

D.     Aksiologi

1.     Pengertian Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata axios yang berarti layak atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau studi. Dari pengertian secara etimologis tersebut, paling tidak ada beberapa makna terminologis aksiologi yaitu:
a.       Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis ini ialah membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistomologi dari nilai-nilai itu.
b.      Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai.
Sampai di sini, muncul pertanyaan: Apakah nilai itu sebenarnya ? Secara bahasa, nilai dari bahasa latin Valare yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, atau kuat. Dari sini, nilai dapat berarti harkat yakni kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, di inginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan, namun, nilai juga bisa bermakna keistimewaan yakni apa yang dihargai, dinilai tinggi, atau dihargai sebagai suatu kebaikan.
Berdasarkan analisis sederhana ini dapat kita simpukan bahwa nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini. 1) Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai “indah” atau “merugikan”, letusan gunung itu memerlukan kehadiran subjek yang menilai. 2) Nilai tampil dalam suatu konteks prkatis, di mana subjek ingin membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada nilai. 3) Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh objek. Nilai tidak memiliki oleh objek pada dirinya. Rupanya hal itu harus dikatakan karena objek yang sama bagi berbagai subjek dapat menimbulkan nilai yang berbeda-beda.
3.      Teori-teori Tentang Nilai
Secara umum dalam wacana aksiologi terdapat tiga macam teori mengenai nilai. Pertama, teori objektifitas nilai merupakan teori nilai yang menyatakan bahwa nilai-nilai, seperti kebaikan, kebenaran, keindahan, ada dalam dunia nyata dan dapat ditemukan sebagai entitas-entitas, kulaitas-kualitas, atau hubungan nyata, dalam bentuk (rupa) yang sama sebagaimana kita dapat menemukan objek-ojek, kualitas-kualitas, atau hubungan-hubungan seperti meja atau merah. Kedua, teori subjektivitas nilai, yakni pandangan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, keindahan, tidak ada dalam duania real objektif, tetapi merupakan perasaan-perasaan, sikap-sikap pribadi, dan merupakan penafsiran atas kenyataan.

E.     Sains

1.      Perbedaan Pengetahuan dan Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sebelum filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang, lebih dulu berkembang mitos dan pengetahuan pra-ilmiah sebagai jawaban atas berbagai masalah yang dihadapi manusia.
     Sedangkan pengetahuan ilmiah merupakan jenis pengetahuan yang memiliki ciri-ciri dan metode serta sistematika tertentu. Dengan demkian, cukup jelas bahwa pengetahuan lebih luas dari pengetahuan ilmiah.
2.      Ciri Ilmu Pengetahuan/ Pengetahuan Ilmiah
Beberapa ciri ilmu pengetahuan, pertama, anggapan bahwa pengetahuan berlaku umum. Kedua, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan mandiri dalam mengembangkan norma-norma ilmiah. Ketiga, pengetahuan ilmiah mempunyai dasar pembenaran (misal, verifikasi dan falsifikasi). Keempat, pengetahuan pengetahuan ilmiah bersifat sistematik
     Sedangkan ciri-ciri pengetahuan ilmiah dalam pengetahuan sehari-hari tujuan berguna untuk kehidupan sehari-hari, tanpa metode, dan amigu/kabur.