Masalah integrasi
nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk
mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya.
Sebenarnya, upaya mcmbangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan
bagian dari upaya membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu,
upaya lainnya dapat dilakukan, seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam
mcncntukan komposisi dan rnckanisme parlemen. Dengan demikian, upaya integrasi
nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud
integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan
integrasi nasional ini perlu karena pada hakikatnya integrasi nasional
menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan bangsa yang diinginkan. Pada
akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin
terwujudnya negara yang makmur, aman. dan tentram. Konflik yang terjadi di
Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cermin belum terwujudnya
integrasi nasional yang diharapkan. Adapun keterkaitan integrasi nasional
dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi nasional dapat
menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.
Saturday 23 March 2013
dimensi realitas
hariantosaad.blogspot.com
Dimensi
Realitas
apa sebenarnya definisi
pengertian ‘realitas’ (?) maka untuk mudahnya kita akan membaginya kepada dua
pandangan antara ‘realitas’ menurut kacamata sudut pandang manusia dan realitas
menurut kacamata sudut pandang Tuhan.Mengapa harus kita bagi kepada dua dimensi
antara ‘realitas menurut manusia’ dan ‘realitas menurut Tuhan’ ? sebab memang
pada kenyataannya dua macam konsep realitas itulah yang dikenal oleh
manusia,artinya ada ‘realitas’ menurut yang diungkapkan oleh manusia dan
‘realitas’ menurut yang diungkapkan oleh Tuhan,dimana realitas menurut Tuhan
itu kita akan mengetahuinya melalui kitab suci.
Dan kemudian bila
definisi tentang ‘realitas’ (menurut kacamata sudut pandang Tuhan) adalah :
‘segala suatu yang Tuhan ciptakan untuk menjadi ada dan atau terjadi’ maka
realitas adalah suatu yang sama sekali tidak bergantung pada manusia,artinya
bisa ditangkap atau tidak oleh manusia,difahami atau tidak oleh manusia yang ‘
ada’ hakikatnya tetaplah yang ‘ada’ karena ia dihakikatkan oleh Tuhan untuk
menjadi ‘ada’. sebagai contoh : planet planet itu andai sampai saat ini belum
ditemukan hakikatnya ia tetap ‘ada’ dimana manusia hanya penangkap ‘ada’ nya
planet itu bukan pencipta ‘ada’nya.
Lain dengan definisi
pengertian ‘realitas’ yang difahami sebagai : ‘segala suatu yang bisa ditangkap
dan disadari keberadaannya oleh manusia’ maka konsep realitas seperti itu akan
membuat realitas menjadi sesuatu yang seolah bergantung pada manusia sehingga
seolah tak ada ‘hakikat’ realitas yang keberadaannya tidak diketahui oleh
manusia.Masalahnya adalah karena realitas ‘ada’ itu tidak bisa keseluruhannya
ditangkap oleh manusia maka definisi pengertian tentang ‘realitas’ akan selalu
terbagi dua antara yang seolah tak berbatas yang tak bisa diukur oleh manusia
dan yang terbatas yang bisa diukur oleh manusia,serta antara yang
abstrak-gaib dengan yang lahiriah-material.
Maka dari adanya
perbedaan pemahaman terhadap soal adanya dua dimensi realitas inilah terjadi
pertentangan antar golongan manusia terhadap pengertian ‘realitas’.dimana
sebagian manusia menerima deskripsi Ilahi tentang hal hal yang gaib sebagai
realitas yang tak bisa ditangkap oleh pengalaman indera manusia dan sebagian
menolaknya dan hanya menerima realitas sebatas yang bisa ditangkap oleh
pengalaman dunia indera. sebagai contoh sebagian manusia menolak mendefinisikan
akhirat serta sorga dan neraka didalamnya sebagai realitas karena semua itu
dianggap tak bisa masuk kepada dunia pengalaman inderawi dan sebagian menerima
semua itu sebagai realitas karena hal demikian dideskripsikan Tuhan sebagai
realitas dan sebagai bagian dari mekanisme konsep hukum kehidupan yang kelak
akan dihadapi oleh keseluruhan umat manusia.
Perbedaan pandangan yang
bersifat mendasar terhadap apa itu ‘realitas’ membuat adanya perbedaan yang
bersifat mendasar diantara umat manusia sehingga pada ujungnya lahir dua
golongan besar antara yang beriman dan tak beriman.sebab adanya dua macam
definisi realitas atau dua macam sudut pandang yang berbeda terhadap realitas
itu membuat cara berfikir serta pandangan manusia terhadap ‘kebenaran’ pasti
akan menjadi berbeda.dimana sudut pandang materialistik tentu akan melahirkan
bentuk serta metodologi berfikir yang berpatokan kepada landasan sudut pandang
mereka terhadap ‘realitas’ itu ,demikian pula orang yang percaya kepada dunia
gaib yang dideskripsikan Tuhan akan memiliki cara berfikir serta pandangan
terhadap kebenaran yang berlainan dengan cara pandang kaum materialist.(orang
beriman melihat dunia gaib sebagai bagian dari realitas keseluruhan sebab itu
cara berfikir dan pandangannya terhadap kebenaran dilandaskan pada sudut
pandangnya terhadap realitas itu).
Dan adanya dua definisi
yang berbeda terhadap ‘realitas’ (antara realitas menurut kaum
materialist-‘bermata satu’ dengan realitas menurut universalist-‘bermata
dua’) melahirkan perbedaan pandangan yang bersifat mendasar diantara umat
manusia terhadap beragam problematika yang mereka hadapi.sebab itu mengingat
demikian besarnya pengaruh ilmu tentang realitas bagi umat manusia maka sudah
selayaknya umat manusia mengenal sebuah ilmu yang secara spesifik membahas apa
itu ‘realitas’.
Artinya kita memerlukan
sebuah ilmu yang secara spesifik bisa memberi gambaran utuh tentang realitas
yang bersifat menyeluruh sehingga umat manusia memiliki pengertian yang menyatu
terhadap apa itu ‘realitas’ (yang bersifat menyeluruh itu ),sehingga pandangan
manusia terhadap apa itu ‘realitas’ tidak lagi timpang-tidak serba
parsialistik-tidak terkotak kotak atau tidak lagi melihat realitas dengan
pandangan ‘mata satu’,kita memerlukan sebuah ilmu yang bisa menuntun manusia
untuk terhindar dari menjadi seorang yang bersudut pandang
materialistik-mengukur segala suatu lebih kepada berdasar tangkapan dunia
inderawi semata.dimana diakhir zaman magnet untuk menjadi seorang yang bersudut
pandang materialistik itu akan terasa demikian teramat kuatnya khususnya
seiring dengan tumbuh pesatnya peradaban ilmu material (‘sains’).
Tetapi itulah untuk
memahami konsep realitas yang utuh-menyeluruh itu mau tak mau manusia harus
merapat atau bermuara kepada kitab suci dan hal itulah yang justru menjadi
kendala bagi orang orang tertentu yang telah a priori terhadap agama dengan
tidak menganggap deskripsi kitab suci sebagai ‘realitas’ melainkan
menganggapnya hanya sebagai ‘ajaran moral’.Padahal bila mengingat kepada
keserba terbatasan manusia dalam mengungkap rahasia realitas yang bersifat
menyeluruh yang tanpa bantuan Tuhan mustahil bisa mengenalnya secara utuh maka
seharusnya manusia lebih mau terbuka terhadap masukan dari fihak yang lebih maha
tahu dari manusia,tidak boleh bersikap a priori dengan terlebih dahulu
berprasangka negative terhadap isi kitab suci.
Pemahaman terhadap
definisi pengertian ‘realitas’ memang harus dimulai dari dasar sebab masih
banyak orang yang masih memiliki pengertian mendasar yang salah.apa sebenarnya
kesalahan manusia yang paling mendasar dalam memahami apa itu pengertian
‘realitas’ (?).pada dasarnya kesalahan mendasarnya sebenarnya hanya satu yaitu
: anggapan bahwa yang dianggap ‘realitas’ adalah segala suatu yang terbatas
hanya tertangkap pengalaman dunia indera.inilah kesalahan paling besar dan
paling mendasar dalam memahami ‘realitas’ yang harus mulai diubah.dan pandangan
inilah yang telah melahirkan sebuah golongan besar diantara umat manusia yang
kelak seperti sangat menentukan alur jalannya sejarah dunia yaitu : ‘sudut
pandang materialistik’.
Padahal secara mendasar
‘realitas’ sebenarnya harus kita fahami sebagai : ’sesuatu yang sebagian kecil
saja bisa kita tangkap melalui pengalaman dunia indera dan sebagian besar lagi
justru tidak’.
Subscribe to:
Posts (Atom)